Fulham Terdegradasi dari Premier League

Kabar buruk datang dari Craven Cottage. Sang empunya stadion, Fulham, dipastikan terdegradasi dari Premier League.
Kepastian terdegradasinya Fulham ini hadir pada pekan 33 Premier League 2018/19. Menghadapi Watford di Vicarage Road, Rabu (3/4/2019) dini hari WIB, Fulham takluk dengan skor 1-4. Abdoulaye Doucoure, William Hughes, Troy Deeney, serta Kiko Femenia menjadi pembawa mimpi buruk bagi Fulham lewat gol-gol yang mereka cetak.
Di laga ini, sebenarnya Fulham sudah coba untuk melawan. Penguasaan bola yang lebih banyak (54% berbanding 46%) serta unggul pula dari segi tembakan yang dilepaskan (17 berbanding 15) menjadi catatan yang menunjukkan bahwa Fulham ingin meraih kemenangan agar bisa lepas dari jerat degradasi.
Namun, penampilan efektif Watford membuyarkan keinginan Fulham itu. Hanya mampu membalas satu gol via Ryan Babel, kekalahan ini membuat bayang-bayang degradasi berubah jadi realita bagi Fulham. Musim depan, mereka kembali ke Divisi Championship.
Ironisnya, hal ini terjadi setelah Fulham melakukan investasi besar-besaran agar bisa tampil ciamik di Premier League 2018/19 ini.
Usai memastikan diri tampil di Premier League 2018/19, Fulham langsung berbenah. Pada bursa transfer musim panas 2018, berburu pemain berkualitas menjadi target mereka agar mampu bersaing dengan kontestan Premier League yang lain.
Nama-nama apik seperti Jean Michael Seri, Aleksandar Mitrovic, Maxime Le Merchand, serta Andre-Frank Zambo Anguissa didatangkan. Mereka juga meminjam pemain-pemain yang apik, macam Andre Schuerrle, Luciano Vietto, Timothy Fosu-Mensah, Sergio Rico, Lazar Markovic, serta Havard Nordtveit. Total belanja mereka mencapai 110 juta euro (93,8 juta pounds) pada musim panas 2018.
Namun, sepanjang putaran pertama Premier League, Fulham justru tampil mengecewakan. Sampai pertandingan ke-19, mereka hanya mampu membukukan dua kemenangan. Sisanya, mereka meraih lima kali hasil imbang dan mencatatkan 12 kali kekalahan.
Hasil yang Fulham raih ini pun membuat mereka selalu berkutat di papan bawah. Jika melihat total belanja mereka yang hampir mencapai 100 juta pounds, hasil ini tentu tidak memuaskan. Apalagi jika menilik Wolverhampton Wanderers yang hanya menghabiskan dana belanja sebesar 62 juta pounds, namun mampu bicara banyak di Premier League.
Fulham tidak tinggal diam. Pembenahan mereka lakukan sejak November 2018. Claudio Ranieri ditunjuk sebagai pelatih, menggantikan Slavisa Jokanovic yang dianggap gagal mengangkat performa Fulham. Pada bursa transfer musim dingin, mereka juga merekrut pemain berkualitas lainnya, yakni Ryan Babel, dari Besiktas.
Harapannya, kehadiran dua sosok itu dapat membuat Fulham mampu bangkit. Nyatanya tidak. Ranieri dipecat pada 28 Februari 2019 karena dianggap tidak mampu mengeluarkan Fulham dari zona merah. Ía digantikan Scott Parker yang jadi pelatih interim. Babel sendiri, bersama rekrutan Fulham di musim panas 2018, gagal menunjukkan penampilan apik.
Alhasil, di putaran kedua, Fulham semakin terbenam. Sampai pekan 33 saja–pekan ketika Fulham terdegradasi–, berbagai catatan minor masih mengiringi. Fulham menjadi tim ketiga yang mencetak gol paling sedikit (30 gol) di Premier League selama 33 pekan, di bawah Huddersfield Town dan Cardiff City. Mereka juga jadi tim paling banyak kebobolan (76 gol) di Premier League 2018/19.
Sebagai tambahan, catatan Fulham di putaran kedua (mulai pekan 20 sampai pekan 33) adalah sebagai berikut: 2 kali menang dan 12 kali kalah dari 14 laga. Kemenangan terakhir yang mereka raih terjadi pada pekan 24 silam, kala mereka mampu mengalahkan Brighton and Hove Albion dengan skor 4-2.
Alhasil, dengan catatan seperti ini, jerat degradasi pun langsung melilit Fulham, meski Fulham masih memiliki sisa lima laga di Premier League 2018/19 ini. Walau mereka meraih kemenangan di sisa lima laga tersebut, catatan 17 poin yang dimiliki Fulham selisihnya sudah kelewat jauh dengan Cardiff yang mengoleksi 28 poin (selisih 11 poin).
Fulham pun menyusul Huddersfield yang sudah dipastikan terdegradasi dari Premier League pada pekan 32 kemarin.
Ketika pertama kali naik ke Bundesliga pada musim 2016/17, RasenBallsport Leipzig (RB Leipzig) juga melakukan apa yang Fulham lakukan pada awal musim 2018/19. Mereka menggelontorkan dana 65,43 juta pounds untuk belanja pemain, dan karena hal ini, mereka sampai disebut klub plastik karena menggunakan dana besar untuk meraih prestasi.
Tapi, nyatanya RB Leipzig memang mampu bicara banyak pada musim tersebut. Mereka sukses menyelesaikan Bundesliga 2016/17 di peringkat kedua, di bawah Bayern Muenchen. Mereka pun merasakan atmosfer Liga Champions semusim kemudian.
Mungkin, Fulham berniat untuk melakukan hal yang sama. Namun, Inggris dan Jerman berbeda, begitu juga Fulham dan RB Leipzig. Total uang transfer yang sudah mereka habiskan pada akhirnya jadi sia-sia karena Fulham malah kembali turun level. Mereka kembali ke Divisi Champions, kompetisi yang sudah mereka huni sejak musim 2014/15 silam.
Selamat jalan, Fulham. Sampai bertemu lagi di Premier League suatu hari nanti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *